Dea Valencia, Gadis Miliuner Pemilik Batik Kultur

Dea Valencia yakni gadis bagus yang berhasil selaku miliuner pemilik batik kultur. Dea Valencia sudah menjadi wirausahwan berhasil dengan berjualan batik dengan merek Batik Kultur. Bagi sebagian orang, mungkin sukar membayangkan bahwa seorang gadis muda belia sudah dapat menjadi pebisnis berhasil dengan penghasilan milyaran. Apalagi apabila capaian tersebut diperoleh dengan keringat sendiri tanpa warisan kekayaan harta orang tua.

Namun Dea Valencia Budiarto mengambarkan bahwa hal itu bukan sesuatu yang tidak mungkin untuk dicapai. Jika banyak orang berusia muda yang gres lulus dari universitas (fresh graduate) memiliki pendapatan bulanan pada kisaran jutaan, hal ini tak berlaku bagi Dea. Di usia 22 tahun, Dea sudah menjadi wirausahwan berhasil dengan berjualan batik dengan merek Batik Kultur.

“Saya sungguh-sungguh menuntut ilmu dari permulaan sejak saya mulai jatuh cinta dengan batik. Makara semua motif batik yang saya jual designnya yakni hasil karya saya sendiri. Tentu banyak yang saya modifikasi dari model batik lawasan. Awal tahun 1900-an, banyak orang Belanda yang menuntut ilmu membatik.Mereka modifikasi beberapa dari kisah Belanda. Nah, ini yang saya modernisasi,” kata Dea dalam wawancara khusus dengan Suara.com di aktivitas Astra Startup Challenge di Jakarta, Kamis (21/7/2016).

Dea mulai mengerjakan bisnis batik sejak usia 16 tahun di tahun 2011. Setahun pertama, ia memasarkan batik lawasan. Seiring berlangsung waktu, ia mulai memasarkan batik tidak lagi dalam bentuk kain, tetapi sudah menjadi baju Ketidaksanggupannya berbelanja batik yang ia harapkan justru menjadi permulaan mula kesuksesannya.

Seiring berjalannya waktu, dikala permulaan bikinan Batik Kultur cuma menghasilkan 20 potong pakaian, sekarang bisnis Dea bisa memproduksi 800 potong Batik Kultur setiap bulan Dengan harga Rp 250.000 - 1,2 juta, nilainya setara dengan Rp3,5 miliar per tahun atau Rp300 juta per bulan.

Dea mengawali Batik Kultur sungguh-sungguh dari nol. Bahkan ia sendiri yang menjadi model Batik Kultur. Beruntunglah, paras Dea yang baik memudahkan jalannya untuk tampil di hadapan kamera. Bahkan Dea sendiri yang merancang produk Batik Kultur padahal ia mengaku tak bisa menggambar. Untuk itu,  Dea memiliki seorang rekan yang dapat dipercaya untuk mentranfer imajinasinya wacana teladan batik menjadi suatu gambar.

Kini Batik Kultur bahkan sudah diekspor ke beberapa negara. Beberapa customer dari Norwegia, Amerika Serikat, Kanada, Jepang, Australia, Singapura dan Hongkong sudah melaksanakan pemesanan. “Cuma produksinya untuk ekspor dalam jumlah banyak belum dilakukan. Karena kesanggupan bikinan kami masih kurang untuk menyanggupi undangan dari pelanggan dalam negeri,” terang Dea.

Tak cuma batik, Batik Kultur pun merambah ke tenun ikat. Khusus yang satu ini, Dea mesti membelinya di Jepara, tepatnya di Desa Troso yang ialah pusat tenun ikat. Jika dahulu cuma berbelanja beberapa meter kain, sekarang sekali kulakan Dea berbelanja tak kurang dari 400 meter tenun ikat.

Sebagai alumni aktivitas studi Sistem Informasi Universitas Multimedia Nusantara, Dea paham betul kekuatan internet untuk pemasaran. Batik Kultur 95 persen mempergunakan jaringan internet dalam urusan permasalahan.

Dea memicu Facebook dan Instagram selaku katalog dan media komunikasi dengan konsumennya. Dari sana, rujukan untuk Batik Kultur menyebar dari verbal ke mulut. Integrasi dunia maya dan dunia konkret menyukseskan bisnis Dea.
Dea Valencia yakni gadis bagus yang berhasil selaku  miliuner pemilik batik kultur Dea Valencia, Gadis Miliuner Pemilik Batik Kultur
Bagi Dea, keberhasilan bisnis tak diukur dari berapa banyak produknya terjual atau berapa banyak customer yang dimiliki. Termasuk soal pendapatan usaha, menurutnya itu bukanlah hal yang utama. “Bagi saya justru berapa banyak orang yang dapat saya berdayakan untuk melakukan pekerjaan di bisnis yang saya miliki ini. Saya besar hati mulanya saya cuma punya seorang karyawan, sekarang saya punya 85 karyawan. Bahkan 40 diantara mereka yakni diffabel. Untuk saya, ini tolak ukur yang lebih penting,” terang Dea.

Saat ini Batik Kultur gres memiliki 1 galeri penjualan di Semarang, Jawa Tengah, kota asal kelahiran Dea. Namun dalam waktu dekat, ia akan mendirikan 1 galeri lagi di Ibu Kota Jakarta. “Karena memang reservasi pembelian online terbanyak kami dari Jakarta,” tutup Dea.

Sumber dari Suara.com

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel